MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI TAMAN KANAK-KANAK

Oleh: Dr. M. Fadlillah, M.Pd.I

Pendidikan multikultural saat ini mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Selain untuk memperkuat persatuan dan kesatuan, pendidikan multikultural juga berfungsi sebagai sarana menanamkan sikap toleran, adil, dan santun pada diri anak. Dengan adanya pendidikan multukultural ini, diharapkan tidak ada lagi tindakan-tindakan diskriminasi, konflik, dan segala bentuk permusuhan lainnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2008, 2011, dan 2014 memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah dan persentase desa/kelurahan yang mengalami perkelahian massal. Jumlah desa/kelurahan yang mengalami kejadian perkelahian massal selama setahun terakhir periode sensus terus meningkat dari 2.283 desa/kelurahan pada tahun 2008 menajdi 2.562 desa/keluarahan pada tahun 2014. Secara persentase dibandingkan jumlah total desa/kelurahan terus meningkat dari 3,03 persen menjadi 3,38 persen pada tahun 2014.
Data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan multikultural mempunyai peranan penting di masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan multikultural sangat tepat diberikan kepada masyarakat di Indonesia, mulai dari kalangan anak-anak, remaja, pemuda sampai pada orang dewasa. Hal ini dimaksudkan supaya berbagai konflik yang terjadi di berbagai daerah dapat segara teratasi atau minimal berkurang intensitasnya.
Terkait hal tersebut, salah satu cara yang dianggap paling efektif dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan multikultural ialah melalui lembaga-lembaga pendidikan, lebih-lebih dimulai sejak dari Taman Kanak-Kanak. Anggapan ini memang ada benarnya, sebab aktivitas anak sehari-hari berlangsung di sekolah. Selain itu, pada usia taman kanak-kanak, seorang anak lebih mudah untuk menerima berbagai informasi baru dan kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupannya sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan seki-tar 50% kapabilitas kecerdasan manusia terjadi ketika berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Wahyudin & Agustin, 2011, p. 2). Artinya, dengan perkembangan otak yang luar biasa ini, anak usia dini memiliki potensi untuk diberikan bekal pendidikan multikultural dengan lebih mudah dan belum banyak terpengaruh dengan dunia luar.
Namun yang menjadi persoalan sekarang ini adalah banyak guru maupun sekolah yang merasa kesulitan menerapkan pendidikan multikultural di sekolah. Salah satu penyebab utamanya ialah belum adanya kurikulum pendidikan multikultural yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pembelajaran. Padahal untuk dapat mengimplementasikan pendidikan multikultural dengan maksimal dibutuhkan adanya kurikulum yang jelas. Hal ini dikarenakan kurikulum mempunyai peranan yang cukup vital dalam dunia pendidikan. Menurut Hamalik (2007) kurikulum memiliki beberapa peranan utama, yaitu: (1) peranan konservatif, yakni untuk mewariskan, mentransmisikan, dan menafsirkan nilai-nilai sosial dan budaya masa lampau yang tetap eksis dalam masyarakat; (2) peranan kritis dan evaluatif, yakni untuk menilai dan memilih nilai-nilai sosial budaya yang akan diwariskan kepada peserta didik berdasarkan kriteria tertentu; dan (3) peranan kreatif, yakni untuk menciptakan dan menyusun kegiatan-kegiatan yang kreatif dan konstruktif sesuai dengan perkembangan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Di samping itu, kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan dan sekaligus sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan pendidikan setiap hari (Hidayat, 2013, pp. 25–26). Artikel lengkap silahkan baca dan download di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar